Selasa, 16 April 2013

Dream 4. The Legend

         Ternyata kecepatan melesat Yuu lebih killer dari dugaan kami. Mata kami tidak bisa terbuka saking cepatnya kami terjun melawan arah angin, kecuali Magnolia yang bahkan tidak terjadi perubahan pada wajahnya. Marie berusaha membuka mata sedikit. Yang terlihat didepan mata Marie adalah istana besar yang bahkan jaraknya tidak sampai 1 meter dari Yuu, yang sepertinya akan menabrak istana itu.
         "Tu...Tunggu, Magnolia..! KITA AKAN SEGERA MENABRAK ISTANANYA!!!!"
         PRAAAAAAANGGG
         Kaca-kaca patri berwarna-warni indah beterbangan di sekitar mereka. Banyak penjaga istana yang kaget dengan pecahnya kaca istana mereka yang besar. Sebagian berlarian ke arah Yuu, sebagian lagi menyelamatkan orang-orang yang dilihat dari cara berpakaiannya, merupakan para tamu istana.
          Rose sudah tidak tahan dengan semua ini, "Magnolia, sebenarnya apa yang kau lakukan? La, lagipula, tempat apa ini??", tidak ada jawaban dari Magnolia. Kali ini emosi Rose benar-benar diluar batas, "JAWAB AKU MAGNOLIA..!", "Awas!!"
          Muncul wanita berambut blonde panjang menyerang Magnolia dari belakang Rose. Magnolia dengan gesit loncat dan berusaha menendang wanita itu. Wanita itu berhasil menyingkir dari kaki Magnolia yang sudah pas berada di sisi kiri wajah wanita itu.
          "Apa kau tidak diajarkan tata krama untuk datang ke rumah sesorang melewati pintu, Magnolia?", wanita blonde itu mengeluarkan tombak berwarna kekuningan yang sangat elegan. Ia menyerang Magnolia, "Aku tidak ada waktu untuk itu." Magnolia juga mengambil pedangnya untuk menangkis tombak wanita blonde itu.
          Kami berempat hanya bisa diam sambil berusaha melindungi diri. kami berlindung di sisi pojok istana. Tubuh Yuu tiba-tiba menyusut. Terus menyusut dan menjadi.....Anak laki-laki kecil!
          Tanpa mempedulikan keempat anak yang cuma bisa menganga melihat perubahannya barusan, secepat kilat ia meloncat ke tengah-tengah Magnolia dan wanita blonde. Ia mengeluarkan dua pisau kecil dari bajunya dan menghalau kedua wanita itu dari dua sisi.
          "Hentikan! Kalian kekanak-kanakan." Magnolia dan wanita blonde segera menghentikan pertengkaran mereka. "Sesekali seperti ini tidak apa-apa kan, Yuu haha..", wanita blonde itu masih membalas.
          Yuu tidak mengindahkan wanita itu, ia melihat ke keempat anak yang sedang ketakutan dipojokkan istana, "Yang lebih penting, siapa keempat anak itu?" Menyadari dirinya yang bertanggung jawab, Magnolia segera membuka mulut, "Aku hanya mengikuti sesuai ramalan 'buku itu', tentang 4 anak dari dunia lain yang pertama terlihat," mata Magnolia mengobservasi keempat anak itu, "Tapi dilihat dari keadaan mereka, sepertinya aku salah membawa--maafkan aku, El."
           El, entah siapa nama panjangnya, adalah nama si wanita blonde tadi. Rambutnya yang rapih sepanjang bahu terlihat berkilau keemasan. Ia memakai baju yang sama dengan Magnolia. Poros badannya tinggi -- sedikit melebihi Magnolia. Meski begitu, wajahnya terlihat jauh lebih hidup dan lebih bercahaya dari Magnolia. Dilihat dari sikapnya yang cukup seenaknya dengan Magnolia, wanita ini bisa tergolong dekat dengan Magnolia....dan pastinya sangat mahir dalam bertarung.
           "Tidak apa-apa sihh. Tapi berhubung kau yang membawanya, hidup keempat anak itu menjadi tanggung jawabmu, ya.", "Iya." jawab Magnolia singkat dan dingin.
            Magnolia mendatangi kami dengan gagah--yang sebenarnya justru membuat kami lebih ketakutan lagi. Ia menatap lekat-lekat muka Rose yang kebetulan berada di paling depan saudara-saudaranya, "Dengar baik-baik, kalian. Saat ini kalian belum bisa kembali ke dunia kalian..." tatapan mata Magnolia tidak berpindah sama sekali dari muka Rose, "Untuk itu, selama kalian berada di dunia ini, akulah yang akan bertanggung jawab atas kalian..."
             Deg
             Kenyataan itu justru membuat kami semakin merinding. Mengingat pengalamannya tadi, dimana Magnolia benar-benar hampir membunuh kami. Itu pun Magnolia tidak ada usaha sama sekali untuk menolong.
             Untungnya El langsung memutus kata-kata Magnolia, "Hei Magnol, jangan memasang wajah seram ke orang awam begitu, dong. Mereka kan belum tahu apa-apa." El mendekati kami. Berbeda dengan Magnolia yang dingin, pembawaan El yang santai dan hangat membuat kami merasa lebih tenang.
             "Kalian tenang saja, kami tidak akan melukai kalian", El melanjutkan, "Yah...meskipun tadi ada sedikit kekacauan, aku minta maaf. Aku tidak menyadari kalau ada kalian di pojokkan tadi." El tersenyum. "Oya, karena dalam beberapa waktu ini kalian akan hidup di dunia ini, ada beberapa hal yang harus kalian ketahui tentang dunia ini" El membalikkan badan dan mengayunkan tangan kepada kami semua, "Ikut aku."

***

              Lorong-lorong istana ini begitu megah dan mewah. Di berbagai sisi lorong-lorong itu terlihat banyak benda-benda abstrak yang menghiasi lorong tersebut. Jendela-jendela lonjong besar yang memberi kesan misterius yang futuristik berbaris sepanjang lorong-lorong tersebut. Cahaya matahari senja bisa saja menerobos melalui jendela-jendela itu. Warna ruangan yang mewah itu melebur bersama cahaya senja itu hingga seolah berwarna keemasan.
              Belum selesai menikmati pemandangan-pemandangan indah itu, El mengajak kami masuk ke sebuah ruangan di sisi kanan lorong. Ruangan ini terasa seperti, seolah-olah tidak sembarang orang boleh memasukinya. Bentuk-bentuk lingkaran sangat mendominasi ruangan ini. Ruangan ini sempit dan kosong, kalau seandainya tidak ada patung megah yang bediri di tengah-tengah ruangan ini.
              Patung itu terlihat sangat misterius, ancient, namun kokoh. Dua wanita merupakan figur dari patung itu. Wanita dengan rambut pendek wavy yang seperti sedang duduk. Lalu, bajunya yang panjang berkibar menyatu dengan baju wanita satunya yang berdiri. Ia menengok keatas, rambutnya panjang dan tiap-tiap helai rambutnya dipahat dengan teliti hingga terlihat sangat rumit. Di tangan wanita itu, ada pahatan tongkat yang dipegangnya.
              "Mereka berdua ini adalah pelindung kami, The Goddesses" Mata El menerawang ke arah patung itu, seperti seolah-olah ada memori didalam patung itu. "Ehem, maaf, mungkin lebih baik kau saja yang menjelaskan kepada mereka, Magnol."
              "Cih..", Magnolia terlihat tidak terlalu suka untuk menjelaskan sesuatu, ia menggaruk rambutnya, "Jadi, yang sebenarnya terjadi, kalian baru saja mengalami perjalanan antar dimensi.", ia menengok ke arah sebongkah peralatan aneh, "Dengan alat itulah, kami bisa pergi ke dimensi kalian. Sayangnya, mungkin baik kekuatan sains dan sihir kami belum kuat, sehingga alat itu hanya bisa dipakai sekali dan seketika itu juga rusak."
              Marryle terlihat interest dengan alat canggih itu, "Maksudmu, alat itu semacam Teleport Machine, begitu?"
             "Semacam itu", tukas Magnolia.
              Canggih.
              Itulah deskripsi yang tepat untuk dunia ini.
              "Kulanjutkan, kalau dimensi ini dikaitkan dengan dimensi kalian, maka era kami berada pada masa purba, dimana peradaban manusia barulah berjalan."
              "Ka..kalau begitu, disini kita masih bisa bertemu dengan Homo Sapiens, dong?"
              "Tidak.", "Pada periode evolusi antara Homo Sapiens dan manusia terjadi 'missing link'. Belum ada ilmuwan pada zaman kalian yang berhasil menemukan evolusi pada periode yang hilang itu. Dan pada periode yang belum kalian temukan itulah, ada masa kehidupan kami."
              "Tunggu.. jadi di sini tidak ada satwa monyet dong?" sela Marryle sembarangan sambil menirukan perilaku hewan tersebut. "Kan manusia berasal dari monyet, dan kau bilang, sebenarnya kalian manusia yang datang dari Neo.."
              "Betul kok. Jadi hewan yang kau maksud itu memang adanya di Neo," jawab El.
              Kami cukup kaget dengan kenyataan itu. Bayangkan, kami mendapat suatu kenyataan tentang sesuatu yang bahkan ilmuwan di dunia kami belum menemukannya. meskipun... ada tentang monyet.
              Ini Hebat!
              Namun, Alle menemukan kejanggalan, "Tunggu! Ini aneh! Kalian bilang, kalian baru pertama kali menggunakan Teleport Machine itu, dan kenapa kalian sudah mengetahui banyak hal tentang dunia kami? Padahal kedatangan Magnolia ke dunia kami tadi benar-benar hanya beberapa menit."
              "Semua keterangan tentang dunia kalian tercantum di dalam 'buku itu'", jawab Yuu.
               Kami semua tersentak.
               Saking diamnya dia, kami bahkan tidak menyadari kalau dia ikut bersama kami dari tadi.
               Rose mencoba tenang, "Okee, sekarang kami sudah mengetahui hubungan antara dimensi dunia ini dengan dimensi dunia kami. Lalu patung ini...pastinya penting kan, hingga ditaruh di dalam ruangan private begini?"
              "Soal itu....", "Stop, biar aku yang menjelaskan", El memotong pembicaraan Magnolia.
              "Di dimensi kami, planet ini dinamai Fala, kalau kalian, Bumi ya kalau tidak salah?", kami mengangguk. Di belakang El, Magnolia terus bersungut-sungut sebal karena pembicaraannya dipotong El.
              "Ya, pada awalnya kami tinggal di planet yang disebut Neo. Dulunya, planet Fala masih sangat asri dan kuno, bahkan tidak ada manusia di planet Fala. Berbeda dengan planet Neo yang sudah memiliki peradaban manusia dan sudah futuristik. Lalu, saat teknologi Neo sudah cukup canggih, ilmuwan-ilmuwan kami menemukan Planet Fala sebagai tempat yang jauh lebih bagus untuk ditinggali, apalagi mengingat keadaan alam di planet Neo sudah hampir gersang.
             "Beberapa manusia berpindah ke planet Fala untuk melihat-lihat, namun akhirnya banyak yang memutuskan untuk tinggal dan hidup di planet Fala. Udara, gravitasi, dan segala energi yang ada di planet Fala tidak berbeda jauh dengan planet Neo, sehingga mudah bagi manusia untuk beradaptasi. Lalu berkembang biaklah manusia-manusia itu.
             "Sekitar 50 tahun kemudian, diantara seluruh umat manusia, lahirlah mereka.." El mendongakkan wajahnya kearah patung The Godesses, "2 anak perempuan yang lahir di saat yang bersamaan, namun berbeda tempat. Sejak kecil, kedua gadis ini sering dianggap aneh oleh orang-orang disekitar mereka, karena mereka mempunyai kemampuan spesial....melihat masa depan."
              Glek
              Entah cerita-cerita ajaib ini benar-benar harus kami telaah atau tidak. Karena semakin lama, bukannya semakin mengerti, kami justru semakin pusing. Orang-orang disekitar kami seperti sedang menceritakan khayalan-khayalan antah-berantah mereka.
              El menyadari keempat anak itu sudah terlalu bingung, ia segera mempersingkat penjelasannya, "Pada intinya, karena kemampuan mereka yang langka itulah, banyak orang-orang yang menjauhi mereka karena takut. Mereka bahkan dicap sebagai penyihir.
              "Tapi diluar dugaan, saat mereka dewasa mereka boleh disebut pahlawan. Mereka yang menyelamatkan umat manusia dari serangan Shade. Mereka mengalahkan para Shade dengan men-Sacrafice diri mereka sendiri. Sejak saat itu, mereka menjadi pelindung kami, seluruh planet Fala dan mendapat sebutan The Goddesses."
               El tersenyum, "Ok, selesai. Maaf kalau kalian bingung, tapi seiring berjalannya waktu kalian pasti akan mengerti, kok."
               Marryle ragu-ragu, namun akhirnya ia memutuskan untuk bertanya, "Maaf, sebelumnya, boleh tahu apa itu Shade?"
               El dan Magnolia saling berpandang muka, lalu tersenyum tenang misterius, "Nanti kalian akan tahu, kok."
             
         

Sabtu, 11 Agustus 2012

Dream 3. A New World

         Rasanya segar, seperti terbang. Tanganku rasanya seperti ada yang memegang erat. Tapi entah kenapa seperti jatuh, ya? Gravitasinya terasa berat...dan jantungku berdebar-debar.
         "Roseee, bangun Rose!"
        "Ahh kenapa tiba-tiba ada suaranya Marie..?"
        "ROSE!", suara ketiga saudaranya membangunkan Rose yang tertidur. Rose kaget dan masih setengah sadar dengan keadaannya. Yang terlihat hanyalah awan di sekitarnya. Tangan kanannya dipegang Alle dan tangan kirinya dipegang oleh Marryle. Mereka berlima membuat lingkaran dengan saling memegang tangan di udara. Berlima bersama Magnolia. "Coba kau lihat kebawah Rose," perintah Marrylle pelan. Rose menengok ke bawah sebisanya karena tekanan udara yang begitu besar menerpanya.
         Ah. Ternyata kami betulan sedang terjun bebas.
        Di bawah kami terlihat sebuah pemandangan yang asing. Perkotaan yang cukup modern seperti kota yang Rose cs tinggali, hanya saja ada beberapa hal aneh yang tidak ada di tempat Rose tinggal. Kalau diperhatikan, cukup indah juga. Kota yang sekarang mereka lihat ini terlihat unik dan rapih dari atas. Jalan tol yang bisa membentuk spiral, beberapa hewan seperti sapi di padang rumput yang spesiesnya agak lain dari biasanya, dan bangunan-bangunan besar yang cukup mencolok. Semuanya sangat mengangumkan, tapi mereka sedang di langit...atau boleh dibilang...mereka terjatuh!
        "Hey, hey, hey! Apa-apaan ini?! Kenapa tiba-tiba kita terjatuh di udara seperti ini????", teriak Rose panik.
        "Tadi kan kita masuk kedalam TV, lalu keluar-keluar kita sudah berada di langit dan terjatuh seperti ini.", ungkap Marrylle mencoba tenang. "Tunggu, sekarang kita sedang jatuh dan kau masih bisa bersikap tenang seolah-olah tidak akan terjadi apa-apa pada kita..??", "Aku yang menyuruh mereka untuk tenang.", putus Magnolia tegas, tapi tidak menampilkan ekspresi apapun.
        Ya, wanita itu masih ada di sisi mereka dan jatuh bersama mereka saat ini. Rose tidak bisa membantah dan hanya terdiam menunggu takdir apa yang akan membawanya.
   
       ***
       
         Magnolia menyadari bahwa mereka sudah cukup dekat dengan daratan. Ia melepas tangannya yang memegang Marrylle dan Alle. Keempat anak itu ditinggal oleh Magnolia dengan penuh kebingungan. Apakah Magnolia akan meninggalkan mereka dan menyelamatkan dirinya sendiri? Hanya itulah pertanyaan yang terbesit di kepala keempat anak itu.
         Alle penasaran kemana Magnolia meninggalkan mereka dan ia mencari-carinya di antara awan-awan disekitar mereka.
         Diatas.
         Ia melihat Magnolia menengadah ke atas. Seperti ada semacam cahaya terang yang Magnolia lihat diatasnya lagi. Magnolia menengadahkan kedua tangannya kearah cahaya itu, bibirnya seperti mengucap sesuatu, tapi Alle tidak tahu apa yang ia katakan.
         Kalau diperhatikan baik-baik, ada titik hitam yang muncul dari balik cahaya itu. Semakin lama titiknya semakin besar, tidak, bahkan sepertinya sangat besar. Semakin dekat, bentuknya semakin terlihat. Ada dua kaki, dua tangan seperti manusia. Tapi berbeda. Ia mempunyai buntut! Giginya terlihat banyak dan tajam, dan ia mempunyai dua tanduk. Naga.

         "MAGNOLIA!! APA YANG KAU LAKUKAN?? KAU MEMANGGIL NAGA??", teriak histeris Alle. Magnolia hanya menengok Alle sebentar, memastikan dia aman. Lalu ia memutar badannya sambil mendorong mundur tubuhnya ke arah naga yang ia panggil. Begitu ia sudah dekat dengan naganya, ia segera naik ke punggung naganya untuk duduk dan segera mencari posisi yang paling nyaman untuknya.
         "Tangkap mereka, Yuu", perintah Magnolia kepada naganya yang ternyata bernama Yuu. Yuu melesat cepat kearah keempat anak tersebut. Magnolia membuka tangan kanannya dan menangkap Marryle sementara tangan kirinya dipakai untuk memegang Yuu yang melesat dengan kecepatan tinggi. Alle dan Marie berhasil memegang buntut Yuu, sementara Marryle berhasil menangkap Rose yang kesusahan menangkap Yuu. Keempat anak-anak itu bekerja sama untuk bisa naik ke punggung Yuu yang cukup lebar untuk diisi sekitar empat orang dewasa.
    
          Rose sudah letih dengan semua kejadian hari ini. Semuanya terlalu tidak waras, dan lagi tidak ada penjelasan sama sekali. Apalagi sepertinya orang yang bernama Magnolia ini bukan orang yang bisa diajak bicara. Akhirnya dengan penuh tekad, Rose mencoba bertanya kepada Magnolia.
         "Magnolia, sungguh, aku tidak ingin mengganggumu, aku hanya ingin bertanya, sebenarnya...kita dimana? Siapa kamu? Dan kenapa didalam TV rumahku bisa ada semua ini?"
          Magnolia diam sejenak untuk memikirkan kata-kata yang kira-kira bisa dimengerti oleh anak-anak itu. Sebenarnya ia bingung juga, karena semua kejadian ini juga bukanlah hal yang ia kehendaki untuk terjadi.
         "Baiklah", "Kurasa kalian sudah tahu kalau namaku adalah Magnolia dari Magnolia Sqetzer. Tempat ini adalah dunia dimana aku tinggal. Terserah kalian mau menyebutnya apa. Dan soal kenapa didalam TV mu bisa ada semua ini....", Magnolia merasa bosan untuk melanjutkannya, "....aku tidak tahu". Yap jawaban yang sangat tidak cukup untuk empat anak yang benar-benar tidak tahu apa-apa soal dunia ini.

***

          Angin di langit begitu segar. Daritadi tetap saja hanya awan-awan yang terlihat, kecuali kalau kita berani menengadah ke bawah dan melihat perkotaan indah itu. Sesaat kalau sedang seperti ini kangen orangtua juga. Apakah mereka akan panik begitu memasuki kamarku yang kosong dan berantakkan. Apalagi TV rumahku dalam keadaan pecah karena kedatangan Magnolia tadi. Apa mereka akan lapor polisi soal hilangnya kami? Semoga tidak. Semoga apa yang terjadi pada kami tidak akan diketahui mereka. Tapi sampai kapan hal itu akan bertahan?
         "Hey anak-anak, kita akan turun. Berpeganganlah yang erat.", Kata Magnolia datar seperti biasanya.
          "Akhirnya! Yeiy!!", keempat anak tadi langsung berpegangan erat pada tubuh Yuu dan berharap tidak akan terjadi sesuatu yang menyeramkan. Yuu pun lagi-lagi menukik dengan cepat ke bawah.
   

Dream 2. A Mysterious Woman

         Kilat terus menyambar-nyambar silih berganti, menebarkan cahaya kekuningannya seolah mencoba menetralkan gelapnya langit hari itu. Sebuah pemandangan yang sudah biasa untuk orang-orang di zaman sekarang. Sama seperti sebuah rumah sederhana milik seorang suami-istri dan seorang anaknya yang selalu terlihat sepi-sepi saja. Namun di sebuah rumah sederhana itulah sebuah peristiwa yang tak disangka terjadi...
      
         Rose, seorang anak dari suami-istri biasa itu, adalah seorang remaja wanita yang baru memasuki masa SMA nya. Saat ini ia sedang menikmati waktu santainya di kamarnya yang sedikit berantakan, tapi cukup rapih untuk ukuran 'cowok'. Banyak temannya yang bilang kalau ia bisa menjadi model, seperti yang biasa muncul di majalah-majalah. Karena memang Rose mempunyai tubuh yang cukup proposional untuk remaja seukurannya. Tapi apa daya, sifat Rose yang agak boyish membuat teman-temannya merasa mustahil juga.
         Baru saja Rose tidur-tiduran sebentar di kasurnya, tiba-tiba mama datang ke kamarnya.
         "Rosee, saudara-saudaramu datang tuh."
         "Hmm..? Kok disaat aku lagi nyantai mereka malah datang sihh..."
         "Hush! gak boleh ngomong kayak gitu. Ayo sambut mereka"
          Dengan malasnya, akhirnya Rose berusaha untuk bangun dari tidur-tidurannya. Ia turun dari kamarnya di lantai 2 dan membukakan pintu untuk saudara-saudaranya itu.
         "Hey Rose, lama tak bertemu!", sambut salah satu saudara termuda dan terpolosnya, Marie.
         "Yohee, kangen nih, udah lama gak ketemu", sapa ugal-ugalan dari kakaknya Marie, Marrylle.
         "Haha iyaa nihh, rose sombonggg", kata-kata pedas yang tak lain dari saudaranya yang seumuran dan bahkan satu sekolah dengan Rose, Alle. Alle merupakan anak yang paling centil diantara saudara-saudaranya yang lain, tidak heran kalau menemukan alat-alat kosmetik lengkap didalam tasnya. Waktu kecil, Rose tidak terlalu menyukai Alle karena Alle dianggap 'lain' oleh dirinya yang tomboy. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, Rose mulai bisa menerima dan memahami sifat Alle yang sepertinya sudah pakem itu.
     
         "Apaan sih, kalian lebay banget. Orang aku di rumah mulu juga", jawab Rose sedikit merasa terganggu. Tapi sejujurnya, kedatangan ketiga saudaranya itu merupakan kebahagiaannya tersendiri, karena berarti ia tidak akan kesepian di rumahnya yang sangat sepi meski dihadang badai sekalipun.
         Seperti biasa, Rose mengajak ketiga saudaranya tersebut ke kamarnya, baik untuk main-main, tidur-tiduran lagi, atau mungkin mereka akan menemukan hal baru yang bisa mereka mainkan bersama.
         "Rose, bagaimana kalau kita main game mu yang kamu bilang baru kamu beli itu?", tanya Marrylle.
         "Oiya, boleh juga. Aku juga belum nyoba main soalnya. yuk!"
         Rose langsung menyalakan Playstationnya, dan mengambil game barunya 'The Tragedy of The Godessess'. Menurut pendapat para gamers lainnya, game itu termasuk dalam salah satu game RPG terbaik.
         "Yaampun Rosee, masa kamu mau ngajak gue main game juga? Gue gak sukaa", Kata Alle kecewa.
         "Yaudah, lu baca-baca majalah gue aja di lemari. Banyak yang baru tuh. Soalnya gue juga penasaran sama game ini nih, belom gue mainin. Sebentar yaa.."
         Alle tidak menjawab lagi, dia tahu persis Rose tidak akan mau membatalkan ritual bermain gamenya. Jadi Alle langsung mengambil majalah di lemari Rose sesuai instruksi dan membacanya di kasur sambil tiduran.

 ***
        
        Sejam berlalu sejak Rose, Marrylle, dan Marie bermain game. Alle mulai bosan karena itu berarti sudah sejam Alle dicuekin oleh yang lainnya. Sejam. Bukan waktu yang singkat bagi Alle yang mudah bosan. Dan semuanya karena...game.     
       "Hey, kalian mau main game terus?! Terus aku gimana? Bosen nih! Kalau kalian main game terus kan monoton, gak ada hal baru. Ayolahhh"
       "Tunggu sebentar Alle, ini lagi seru nih! Magnolia-nya lagi ngelawan boss nih!", jawab Rose spontan.
       "Magnolia, Magnolia...siapa sih itu? Cuma karakter game doang aja...", Alle mulai mendengus kesal.
       Tiba-tiba Marrylle dan Marie sontak teriak saking menjiwai game yang mereka mainkan.
       "Rose, Rose! Itu Magnolianya mau mati, Rose! Musuhnya juga udah mau nyerang dia tuh! ROSE!"

 PRAANGG

       TV LCD Rose pecah seperti dipukul dari dalam, seolah-olah Boss dalam game yang Rose cs mainkan benar-benar memukul TV milik Rose. Semua orang di kamar Rose langsung terlempar, mendapat tekanan dari TV Rose yang pecah. Bersamaan dengan derasnya kepingan kaca dari TV Rose, sesosok wanita berusia sekitar 20-an tiba-tiba terlempar keluar dari game yang mereka mainkan.
       Magnolia. Wanita cantik berambut merah maroon dengan porsi badan tinggi seperti orang Eropa--karakter game yang Rose cs mainkan ini tiba-tiba saja bisa berada didepan mereka. Rose cs masih shock dengan apa yang mereka alami, mereka ingin berteriak, tapi mulut mereka seperti terkunci oleh keadaan abnormal yang mereka alami ini.
       Wanita bernama Magnolia itu menyarungkan sebuah pedang yang diselempangkan di punggung. Ia memakai baju yang cukup rumit untuk era sekarang, seperti baju-baju  kerajaan abad 18-an. Ia memakai blouse putih yang di dobel lagi dengan armless shirt biru berbahan polyester ketat panjang, di pinggangnya terikat dua ikat pinggang yang berbeda, rok berwarna biru gelap dengan sisinya yang berwarna keemasan dan sedikit tertutup di sisi kanan dan kirinya oleh terusan dari shirt birunya yang panjang, dan ia memakai sepatu boot kulit berwarna coklat yang panjangnya mencapai 3 cm diatas dengkul.
        Ia terlihat kebingungan, tidak tahu harus melakukan apa dan bahkan, mungkin ia tidak tahu dimana ia berada saat ini. Sesaat berfikir, lalu ia melihat ke arah Rose cs secepat kilat dengan mata dingin bak serigala yang hendak memangsa mereka.
        "Siapa..kalian?", tanyanya.
        Rose cs hanya terdiam membisu.
        "Aku tanya siapa kalian!!"
        "Se..seharusnya kami yang bertanya siapa kamu!!" Jawab Alle spontan dengan bibir bergetar, karena ia dapat langsung merasakan, wanita berambut merah maroon didepannya ini bukanlah orang sembarangan, ia bersenjata dan yang pasti...bukan dari dunia tempat mereka tinggal.
         Magnolia malah semakin menatap mereka dengan lebih teliti. Bahkan Marrylle yang biasanya slengehan pun sudah mulai gemetar ketakutan. Tiba-tiba Magnolia menyadari sesuatu:
"Empat anak yang berasal dari dunia lain, mungkinkah...."
          Sekejap Magnolia langsung berlari ke arah Rose dan berusaha menarik tangannya untuk mengikutinya masuk ke TV. Ya, ke TV.... Memang tidak waras, tapi saat ini itulah yang mereka lihat. Karena panik, refleks Rose menarik tangan Marie, begitu juga dengan Marie, ia ikut memegang tangan Marrylle. Merasa tidak adil kalau salah satu saudaranya selamat, maka Marrylle pun secepat kilat memegang tangan Alle dan ikut menariknya kedalam TV.

Jumat, 27 Mei 2011

Dream 1. The Song of The Dream

      Cahaya rembulan bersinar dengan begitu agungnya. Rintik-rintik air yang terjatuh ke atmosfer menjadi saksi bisu atas kejadian itu. Kekacauan yang tak tehindarkan, kelopak-kelopak bunga yang beterbangan. Cairan merah yang terus bertumpah dari satu titik ke titik lainnya. Benda-benda tajam yang saling berdenting satu sama lain.
       Itulah yang disebut...
      The Tragedy of The Goddesses
       " Milia, hentikan! "
       " Apa yang kau maksud dengan hentikan, Malique? Semua sudah terlanjur terjadi dan kau hanya berkata hentikan kepadaku? Tarik kata-katamu itu! "
       Zruuuasssh
       Traaangg
       Jep
       Pedang Malique tersabet milik Milia. "Sabre!"
       Saber, pedang yang selama ini setia kepada Malique telah patah dan tertancap ke tanah yang kering 45 derajat 2 meter di sebelah kaki kanannya.
       " Maafkan aku, Malique..Aku harus melakukan 'itu'."  Milia pun berlari menjauhi Malique untuk pergi ke tempat ceremony. Ke tempat ia harus mengorbankan dirinya...